07/11/08

PsiKoloGi TauHid

Ketika kita mulai membuka pandangan mata pada sekeliling, dan menjajakkan kaki pertama kalinya di tanah dunia, saat itulah manusia membawa sebuah fondasi yang memang sudah terpatrikan dalam dirinya, yaitu keyakinan. Keyakinan seorang hamba dengan yang di sembahnya. Berjalan seiring waktu yang menyertai manusia dalam setiap pengalamannya, keyakinan yang secara alamaiah tersebut selalu berevolusi. Ini dimulai dari ia mencoba melafazkannya dari bibirnya, dalam Islam disebut kalimat syahadat dalam bahasa Arab disebut ‘kesaksian’, lafaz pertama dari sebuah kesaksisan ini berbunyi : Laa ilaaha illa Allah yang berarti ‘ Tidak ada tuhan selain Allah’.

Laa ilaaha illa Allah adalah pernyataan atau pengakuan yang sangat sederhana, tetapi pada esensinya, ia sangat dalam dan besar pengaruhnya pada diri yang meyakininya. Pengakuan ini terdiri dari dua bagian yang memisahkannya namun saling berkaitan satu sama lain yaitu: Bagian pertama, laa ilaaha (tidak ada tuhan yang lain), berarti berupa kata penyangkalan. Menyangkal atau meniadakan eksistensi tuhan-tuhan imitasi dan menolak penyembahan yang salah dan tdak pada tempatnya selain dari yang Dia perintahkan. Kata ilaah tidak hanya berarti tuhan atau sesembahan apapun dan yang merujuk pada objek yang hidup, materi, atau konsep yang diambil sebagai objek penyembahan berdasarkan ketakutan dan kecintaan terhadapnya. Tetapi juga, sebagaimana dalam al-Qur’an surah al-Furqan, ayat 43; ‘ Terangkanlah kepada-Ku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? Merujuk pada hasrat dan nafsu sebagai tuhannya dalam artian ia tunduk dan menyembah kepada keduanya. Bagian kedua dari syahadat illa Allah bahwa kata ini bersifat menekankan yaitu hanya Allah Sang Pencipta dan pemelihara semua kehidupan dan hanya Dia-lah yang layak disembah dan hanya petunjuk-Nya lah yang layak diikuti karena hanya Dia-lah yang Maha atas segala sesuatu.

Kalimat inilah yang menjadi dasar tauhid. Tauhid adalah dasar dari pandangan tentang dunia (world of view) bagi seorang muslim secara alamiah atau fitrah Fitrah merupakan jenis infinitif, yang menunjukkan jenis ciptan, meskipun biasanya digunakan berkenaan dengan manusia. Biasanya ia menunjuk pada sesuatu yang merupakan sifat bawaan manusia. Ia merupakan pemberian Tuhan dan tidak dapat dipelajari serta dapat dikatakan bersifat umum bagi semua individu manusia. Oleh karena itu, ia mencakup kecendrungan semua pandangan dan pemberian Tuhan, yang berarti pembenaran bahwa hanya ada satu Pencipta yang layak menerima permohonan dan rasa syukur dan petunjuk-nya yang harus diikuti untuk kebaikan bagi manusia. Tauhid merupakan satu-satunya sikap yang logis, benar, dan alamiah yang harus dilakukan oleh siapapun. Berkaitan dengan pembahasan tentang tauhid, maka fitrah memiliki berbagai makna sesuai dengan penggunaannya, antara lain :

1. Makna yang menunjukkan bahwa mencari Allah Swt. Merupakan salah satu keinginan bawaan manusia, ini bisa kita lihat bahwa manusia sepanjang sejarah, tidak melihat dari suku apa?dia berada pada garis geografis tertentu, dan pendidikannya, semuanya ada dalam pencarian terhadap sesuatu kekuatan yang Maha Kuat di luar dari dirinya.

2. Makna atas pengenalan Allah Swt, merupakan jenis alami pengetahuan atau yang dimksud dengan pengetahuan intuitif tentang Allah Swt. Adalah kenyataan bahwa hati manusia memiliki hubungan yang mendalam dengan Penciptanya. Ketika manusia mencoba “melihat” secara mendalam ke dalam hatinya, manusia akan melihat hubungan tersebut. Tapi kebanyakan manusia kurang memperhatikan, dikarenakan terlalu sibuknya mereka dengan urusan dunianya. Namun, ketika mereka mendapatkan hal yang diluar kekuatannya atau ketika harapan mereka diambil dari segala sesuatu dan dipisahkan dari semua sarana, mereka baru dapat menyadari hubungan tersebut.

3. Makna yang menunjukkan bahwa ibadah kepada Allah Swt. Merupakan

kecendrungan bawaan manusia didorong oleh sifatnya yang menuntut agar dia memuja Allah Swt., memberikan penghormatan, dan patuh kepada Allah Swt.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka tauhid mengantar individu ke dalam kebebasan, kepuasan dan keseimbangan sebagai hasil dari kepatuhan yang menyeluruh terhadap Sang Pencipta yang Pemurah, Pengasih, Penyayang, Yang Memaafkan, Yang Berkehendak, Adil dan yang memang layak untuk disembah. Tauhid juga merupakan sebuah kekuatan yang membebaskan. Membebaskan manusia dari tirani yang ada disekelilingnya maupun yang ada dalam dirinya sendiri yaitu kesombongan dan keangkuhan diri serta arogansi bahwa manusia mampu mencukupi permasalahan dirinya. Tauhid sebagai salah satu prinsip dasar Islam memberikan nilai-nilai positif, yaitu kasih sayang, kedamaian, kelembutan, ketenangan dan segala sifat-sifat alamiah yang membawa manusia dalam pencapaian kesempurnaan, ini menjaga kesehatan manusia baik secra fisik, akal dan kejiwaannya, yang pada akhirnya tauhid menciptakan suatu ikatan khusus antara penghambaan kepada kekuatan Yang Hakiki di luar diri manusia dan kebebasan serta pencapaian kemuliaan individu.
Keyakinan atau akidah adalah unsur yang sangat bepengaruh tehadap kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun anggota dari komunitas atau masyarakat. Ia meupakan referensi bagi suatu tindakan, dalam arti bahwa sebelum orang menggerakkan organ tubuhnya dalam menghasilkan perbuatan, dia hampir selalu menimbangnya dengan keyakinan yang dimilikinya. Sebelum bertindak,seseorang yang memiliki keyakinan, pasti terlebih dahulu menilai apakah perbuatan yang akan dilakukannya sesuai dengan keyakinannya ataukah tidak. Jika sesuai, dia akan melakukannya dengan sebaik-baiknya, sebab dia yakin bahwa perbuatannya tidak hanya berdampak pada kehidupannya sekarang, tapi juga pada kehidupannya yang akan datang. Akan tetapi, kalaulah itu bertentangan dengan keyakinannya, maka kemungkinan besar dia tak akan melakukannya. Kalaupun karena satu dan lain alsan kemudian ia melakukannya juga, dia pasti akan merasa bersalah dan berdosa, dan ini timbul secara spontan (alamiah).

Atas dasar inilah, maka kemudian penulis mencoba membahas dalam tulisan ini mengenai aspek-apsek psikologis yang ditimbulkan dari sebuah manifestasi tauhid (monoteisme), melalui tahap-tahap yang bersifat metafisis filosofis dan mental praksis.

Din Islam adalah ketundukan dalam kepsrahan. Din merupakan sisi kognitif, sedangkan Islam merupakan sisi afektif. Jika direkomendasikan bahwa orang harus teguh dan menonjolkan diri, kebalikan dari sifat seperti itu adalah yang dituntut ketika berhadapan dengan Allah Swt. Dihadapan Sang Penguasa langit dan bumi, manusiaharuslah rendah hati, tidak berkuasa, tidak berdaya, sopan santun dan penuh ketundukan dalam kepasrahannya. Kesempurnaan manusia terletak dalam sikap rendah hatinya, tak seorang yang patut berbangga diri atas dirinya dihadapan Allah Swt. Inilah yang sebenarnya ibadah. Sikap rendah hati inilah yang tidak lain Islam adalah ketundukan dalam kpesrahannya kepada Allah Swt. Sebuah ucapan yang dinisbatkan kepada Amirul Mu’minin ‘Ali a.s sebagai berikut; “Cukuplah bagiku sebagai kebanggaan bahwa aku menjadi seorang hamba diantara hamba-hamba-Mu, dan cukuplah bagiku sebagai kehormatan bahwa aku memiliki-Mu sebagai Junjungan (Rabb).

Tauhid menganggap Allah Swt. Satu, adalah sebagai prinsip utama din Islam. Pada titik ini berarti manusia menampilkan konsep ‘la ilaaha illa Allah’, tidak ada tuhan selain Allah Swt., yang merupakan tahap pertama dalam din Islam, yang tanpanya Islam tidak dapat dipenuhi. Kemudian tahap-tahap lain tauhid (monoteisme) dalam pencapaian pada kesempurnaan melalui aspek kognitif dan praksis. Diantaranya adalah tauhid dalam meminta pertolongan, tauhid dalam mencari sandaran, tauhid dalam ketakutan, kecemasan dan pengharapan, tauhid dalam cinta yang akhirnya mencapai yang tertinggi dalam Wujud-Nya yang mandiri. Wujud yang mandiri hanyalah milik Allah Swt. semata.

Semua urusan wujud dan maujud adalah dari-Nya,----ini harus menjadi kenyataan yang bersifat visual, bukan sekedar konsep mental yang dicapai dengan penalaran mental dan filosofis, tapi pada mental praksis. Kita mungkin bisa mengutip do’a dari imam al-Husain a.s “ Engkau adalah Dia yang membuat cahaya bersinar dihati sahabat-sahabat-Mu sehingga mereka bisa mengenal-Mu dan mengakui KeEsaan-Mu; Engkau adalah Dia yang menghilangkan yang lain-lain dari hati mereka yang mencintai-Mu sehingga mereka tidak bisa mencintai satupun kecuali Engkau”

Meyakini keEsaan Allah Swt, berdasarkan ketundukan dalam kepasrahan total menjadi prinsip yang paling fundamental dalam Islam. Dalam gerak proses ini, melalui beberapa tahap atau langkah tauhid untuk kesempurnaannya :

1. Tahap dalam Wujud yang Mesti, artinya tidak ada satu wujud pun yang maujud oleh dirinya sendiri, kecuali Allah Swt. Ini berarti keyakinan terhadap sebuah wujud yang keberadaannya bersifat mesti. Wujud yang demikian itu hanyalah Allah Swt., Yang Maha Tinggi, yang keberadaannya secara intrinsik merupakan keharusan, dan yang dari-Nya wujud-wujud yang lain maujud.

2. Tauhid dalam penciptaan. Artinya, tidak ada pencipta kecuali Allah Swt. Merupakan hasil rasional dari butir sebelumnya, dan kalau dilanjutkan akan menghasilkan Rububiyyah (Lordship), setelah mengakui bahwa Allah Swt, adalah Pencipta alam semesta, hanya Dia, maka dalam pengelolaannya pun hanya kepada-Nya kita meyakini. Pengarahan dalam Rububiyyah hanyalah milik-Nya.

Ini sejalan dengan apa yang disampaikan dalam beberapa surah dalam al-Qur’an surah al-Ikhlas :1, “ Katakanlah: Dialah Allah Swt, yang Maha Esa”

Surah al-A’raf:85,” ….sembahlah Allah Swt, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya”

3. Tauhid ibadah atau tauhid dalam penyembahan. Ia adalah kesatuan Ketuhanan dan penyembahan, yang berarti tak satu pun kecuali Allah Swt, yang patut disembah, la ilaha illa Allah “Tidak ada Tuhan selain Allah Swt”. Ini merupakan hasil keyakinan alamiah dalam diri manusia. Jika eksistensi kita berasal dari Allah Swt, penyebab yang mandiri di diri mansuia dan alam samesta ini adalah Dia, maka jelaslah tidak ada ruang lagi yang kita pungkiri untuk menyembah selain kepada-Nya dalam pengabdian kita pada-Nya, inilah arti penghambaan dari seorang hamba kepada majikannya. Karena hanya Zat yang memiliki segala sesuatulah yang layak disembah. Maka pada tahap ini secara praktis menuntut manusia harus tidak menyembah kecuali kepada sesuatu yang memiliki kekuatan yang Maha diatas maha di luar wujudnya.

Dari dua butir diatas, kita bisa melihat, bahwa ini merupakan permasalahan filosofis, yaitu tentang Eksistensi. Intensionalitas adalah salah satu konsep eksistensialisme, yang mengemukakan bahwa kejadian-kejadian mental tidak muncul secara kebetulan. Tokoh Eksistensialis Brentano dan Husserl bependapat bahwa “kesadaran manusia selalu memiliki maksud atau terarah kepada sesuatu”. Dan menurut Rollo May (1969) menegaskan bahwa kesadaran itu selalu mengarah kepada sesuatu. Inilah yang menjembatani jurang dualisme Descartes.

Akhirnya konsep tauhidlah yang menjadi prinsip fundamen Islam yang menjadi jawaban atas arbitrary tujuan manusia didunia dan pencarian atas Kekuatan yang Maha di luar diri mereka, dan secara alamiah (fitrah) ini telah terwujud dalam setiap diri manusia, bahwa keyakinan akan eskistensi Wujud Yang Mesti di luar dirinya, kemudian dalam perjalanannya tersebut, memberikan pengaruh dalam diri kesadaran manusia pada tahap tauhid penciptaan, dengan kesadaran manusia akan keberadaan yang otentik sebagai sebab lahirnya maujud-maujud yang lain, yang dalam istilah psikologi ekistensi adalah keberadaan yang tidak otentik, yaitu keberadaan yang belum lengkap atau tidak utuh yang dalam pengembaraannya pada pengukuhan diri (self-affirmation) cenderung hadirnya Kekuatan yang otentik di luar keberadaannya. Sehingga atas dasar inilah menjadi penegas pada manusia dalam tauhid ibadah atau tauhid penyembahan sebagai kesatuan dari keyakinannya akan Ketuhanan dan keharusannya dalam penyembahan pada-Nya.

mungkin sampai disini dulu tulisan saya, sekaligus undur diri, saya hanya ingin mengucapkan bahwa mancari dan terus mencari adalah kunci dari kebenaran......sambung lagi nanti ya.. El_Rydhoe..

01/11/08

ngga jelang nh..!

aduh....knpa y??
butek....pikiran gw...ngga tau nih....ingin hati nulis lagi...tapi!!
otak gw kayanya dibebani batu-batu koral yg kepadatan unsur kimiany minta ampun..
d kntor gw bisa nulis, tp hanya sekedar menjawab pertanyaan2 sobat gw, khusunya ukhti yg suka memaksa gw utk berpikir radikal dan nyeleneh...lagi2 ngga jelang...
susah ya ingin jd penulis lepas..mungkin ini yg dinamakan management pikiran, aaalllah..
benar, kata org, bukan memusnahkan yg negatif utk dpt yg postif, tp bgaimana qt bs mengendlikan yg negatif dgn cr yg positif....auaahhh
sekarg ni gw cm pngen coretan hati duaknz...
doain aqyu ya....aaalllllaaahhh,lagi2 ngga jelang!!